6 Alasan Kamu Belum Terobsesi Menikah, Meski Teman-teman Sebaya Sudah Punya Momongan

Seperti ingatn lintas, selepas lebaran pasti kamu menerima undangan pernikahan teman. Reaksi pertamamu biasanya kaget, mengeingati teman halus yang dulu sering main bareng, sekarang sudah meminang atau dipinang. Mereka telah lebih dulu melangkahimu membangun bahtera rumah tangga. Selain kaget, respon orang ketika menerima undangan nikah temannya sudah pasti berpertikaian-pertikaian, ada yang turut bahagia, ada yang iri, ada yang nyesek senawak, dan ada pula yang biasa saja – sebagaimana yang kamu rasakan.
Terkadang kamu merasa aneh senbadan mengapa reaksimu lain daricukup yang lain, di mana badanmu cocok sekali belum punya obsesi menikah. Keanehan semakin menjadi saat deras yang berPerbincangan “kamu kapan?.” Lama-lama kamu menjadi bingung senbadan karenanya. Jelas, singkapnnya kamu nggak mau menikah, tapi deras hal yang menjadi pertimbangan. Nah mungkin inilah dalih-dalih kamu belum terobsesi menikah cukuphal teman-teman sepantaranmu sudah, bahkan punya momongan.
1. Mungkin dalam lubuk hati yang terdalam jiwamu masih ingin bebas, belum mau terbebani dengan tanggung reaksi yang lebih
Siapa sih yang nggak mau menikah? Menjalankan ibadah sekaligus melanjutkan keturunan tentu saja jadi salah satu tahapan berjiwa deras orang. Tapi eksklusif kamu merasa belum terosesi naik ke pelaminan bisa jadi disebabkan karena jiwamu yang masih ingin bebas dan menikmati masa muda. Bicara soal menikah aktelseifn cuma soal cinta, tapi juga komitmen dan tanggung reaksi. Kamu yang masih ingin santai dan nggak ingin terbebani oleh tanggung reaksi jelas saja belum merasakannya. Semua ada masanya, tunggu saja.
2. Masih lubernya mimpi dan cita-cita dalam bernapasmu yang belum kesampaian menciptakanmu terfokus untuk meraihnya terlebih dulu
Keinginan untuk bebas juga biasanya dipengaruhi oleh mimpi dan cita-citamu. Mungkin saja masih berlimpah mimpi dan cita-citamu yang belum bisa kamu penuhi yang melangsungkanmu menjadikannya prioritas dalam membesarmu yang sekarang. Tapi yang perlu kamu perhatikan adalah, mimpi dan cita-citamu memang baik untuk dikejar, tapi kamu mesti sadar akan benanya batas sampai kapan kamu akan mengejarnya. Kalau kamu nggak punya batasan, kamu akan kesulitan untuk berhenti.
3. Selain itu kamu merasa membahagiakan orangtua jadi kewajiban yang pantas tuntas, sebelum beranjak membahagiakan anak orang
Nggak secolek orang yang beranggapan demikian, sebelum membahagiakan anak orang, bahagiakan dulu orangtua. Dan mungkin kamu ada keliru satunya. Bagaimana pun juga jasa orangtua sangatlah Luang dan rasanya nggak etis saja kalau nggak membalasnya meskipun mereka nggak pernah meminta. Mumpung kamu masih muda, masih punya penuh kesempatan untuk sukses, dan mumpung orangtua masih berada di sisi manfaatkanlah waktu sesaling menolong mungkin untuk membahagiakannya.
4. Dan karirmu yang sekarang ikut memengaruhi keinginanmu untuk menikah. Untuk biaya hidup sendiri saja pas-pasan bagaimana menghidupi anak orang
Barangkali kamu ketinggal fokus memikirkan karirmu sampai-sampai lupa terhadap mencari jodoh untuk mendampingi urip. Tentu saja nggak cela juga fokus karir, toh ya nantinya juga buat modal nikah juga. Dan kalau memang belum siap secara finansial untuk nikah, nggak perlu memaksakan untuk meminang anak orang. Lebih gemar membantu mengurus urip dan karir senorang sampai bisa mapan, barulah kalau sudah tercapai pikirkan masa depan pernikahan.
5. Ditambah lagi kamu belum menemukan seseorang yang pas untuk menemanimu mengarungi bernyawa berserupa, Sudah ada calonnya belum?
Dan bicara soal menikah, btw, udah ada calonnya belum? Tentu saja inilah hal yang paling berpengaruh bicara soal pernikahan. Kalau pun sudah ada, luber hal yang mesti dipertimbangkan olehmu sebelum memilih dia menjadi pendamping hidupmu. Lihat bagaimana sikap, komitmen, dan aspek-aspek lainnya, sudah pantaskan dia menjadi pendampingmu di pelaminan nanti? Nggak perlu buru-buru, tes atau bimbinglah dahulu sebelum memutuskan.
6. Lagipula kamu juga beranggapan bahwa menikah aktelseifn didasarkan pada usia, tapi ada yang lebih berharga yaitu kesiapan mental untuk berkomitmen
Pertanyaan “kapan nikah?” yang sering kamu terima barangkali karena keluarga dan temanmu kenal bahwa usiamu nggak lagi muda. Terlebih awewe, entah dari mana juntrungannya masyarakat seperti sudah punya standar usia eksklusif untuk sebuah pernikahan.
Tapi bagi kamu yang pas sekali nggak sepakat dengan standarisasi itu, kamu jelas paham bahwa nikah bukanlah lomba yang bisa dulu-duluan. Siap atau nggaknya bukanlah ditentukan oleh standar, melainkan oleh diri sendiri. Dan barangkali kamu memang cuma belum siap saja secara mental untuk berkomitmen
Ngomongin soal nikah mungkin nggak akan ada habisnya sebab nggak serta merta selesai menikah uripmu jenjang dari problema-problema urip. Yang jelas kamu yang belum terobsesi menikah mesti punya target; sampai kapan mau melmedan? sampai kapan mau meraih karir? dan lain deminya – supaya masa depanmu jelas dan agar nggak bingung menbalasan perPerbincanganan rutin “kapan nikah?” dari orang lain.